Orang Papua hanya butuh tiga hal. Keamanan, kesehatan, dan ekonomi baik.
Kitong (kami) dikasih tiga itu, kitong diam!'' Ucapan itu dilontarkan
Kayo Hubi, 46 tahun, dalam pertemuan tertutup di sebuah hotel di
Jakarta, akhir Mei lalu. Nada suaranya lantang sekaligus agak bergetar.
Matanya hampir berkaca-kaca.
Dari beberapa pejabat pemerintah dan tokoh adat Papua yang berkumpul siang itu dan ikut mendengarkan, tidak ada satu pun yang berani berkomentar. Suasana jadi agak senyap begitu Kayo bicara. Mereka tahu, walau cuma tamatan SD, Kayo adalah Kepala Suku Dani di Lembah Baliem, Wamena, yang memiliki sampai 10.000 pengikut. Dia juga Koordinator Lembaga Masyarakat Adat (LMA) di delapan kabupaten di Papua. Pengaruhnya di massa akar rumput cukup besar.
Ini bukan pertama kalinya Kayo menuntut tiga hal itu. Beberapa tahun sebelumnya, ia juga menuntut hal yang sama saat bertatap muka dengan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Ketika itu, Kayo mengeluh tentang kondisi warga sukunya yang banyak meninggal akibat wabah malaria. Di kalangan suku Dani, malaria adalah pembunuh nomor satu. "Kalau lagi musim sakit, bisa 40-60 orang kena. Banyak yang meninggal," katanya kepada Gatra.