Dasar-dasar Etika dan Moralitas
Etika
dan filsafat moral mempunyai tujuan untuk menerangkan hakikat
kebaikan, kebenaran, dan keburukan atau kejahatan. Manusia selalu
melakukan sebuah penilaian atas fenomena di sekitarnya, guna untuk
mengetahui suatu tindakan dan perbuatan yang erat terkait dengan
keyakinannya tentang baik, buruk, serta benar dan salah. Profesi
tidak hanya menyangkut sebuah kepercayaan dan atau amanat individu
seseorang akan tetapi juga terkait dengan kepentingan umum (public
trust). Sehingga suatu perlindungan terhadap kepentingan pribadi dan
kepentingan umum selain diatur oleh perangkat hukum, juga berkiblat
pada aturan-aturan yang tidak tertulis yang berpusat pada hati nurani
insani akan yakin sebuah kewajiban agama, etika, dan moral. Maka
diharapkan terciptanya kesetaraan antara kepentingan prifat dan
kepentingan public.
Negara
indonesia pada dewasa ini telah dilanda krisis multidimensi sebagai
perwujudan anak bangsa yang tidak mendengarkan hati nuraninya dalam
berbuat di segala bidang. Maka kita harus sikapi krisis multidimensi
tersebut dengan solusi membangun kembali tatanan nilai dengan
berbijak pada konsep kesetaraan etika dan moral dasar, sehingga dalam
perumusan hukum harus didasarka pada asumsi nilai-nilai moralitas dan
prinsip-prinsip humanis terhadap para penegak hukum. Akan tetapi
sangat ironis idealis penegakan hukum menjedi tercoreng disebabkan
ulah para aparat hukum sendiri. Prilaku yang tidak terpuji sering
dilakukan antara aparat penegak hukum dan sesama aparat penegak hukum
lain. Maka terjadilah kolusi-nepotisme antara pihak-pihak yang
berkepentingan sehingga menjamurlah mafia-mafia di dunia hukum dan
peradilan.
Hal
ini, manusia sebagai karakteristik pribadi dan konteks hubungan
sosial. Manusia sebagai pribadi dalam renungannya membawa dirinya
pada konsep penalaran mendalam mengenai eksistensi dirinya
mengantarkan manusia berpikir ke arah filsafat. Filsafat adalah
merupakan suatu induk ilmu pengetahuan, sejak 25 abad yang lalu
manusia lahir diberikan kesaksian menyakinkan tentang betapa ungennya
filsafat bagi manusia.
Setiap
profesi termasuk hakim menggunakan sistem etika terutama untuk
menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan
menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman para
profesional untuk menyelesaikan dilema etika yang dihadapi saat
menjalankan fungsi pengembanan profesinya sehari-hari.
Etika
merupakan norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan atau
masyarakat tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk. Lebih dari
itu, etika adalah refleksi kritis dan rasional mengenai norma-norma
yang terwujud dalam perilaku hidup manusia, baik secara pribadi atau
kelompok. Sistem etika bagi profesional dirumuskan secara konkret
dalam suatu kode etik profesi yang secara harfiah berarti etika yang
ditulis. Kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan
arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu
dalam masyarakat. Tujuan kode etik ini adalah menjunjung tinggi
martabat profesi atau seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman
yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Kode
etik profesi merupakan inti yang melekat pada suatu profesi, ialah
kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Hakim dituntut untuk
profesional dan menjunjung etika profesi. Profesionalisme tanpa etika
menjadikannya “bebas sayap” (vluegel vrij) dalam arti tanpa
kendali dan tanpa pengarahan. Sebaliknya, etika tanpa profesionalisme
menjadikannya “lumpuh sayap” (vluegel lam) dalam arti tidak maju
bahkan tidak tegak. Pelanggaran atas suatu kode etik profesi tidaklah
terbatas sebagai masalah internal lembaga Profesionalisme tanpa etika
menjadikannya “bebas sayap” (vluegel vrij) dalam arti tanpa
kendali dan tanpa pengarahan. peradilan, tetapi juga merupakan
masalah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar