BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Sejak
tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi
pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat
terdiri dari Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk pajak daerah
dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara
yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari
dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara
dalam membiayai pengeluaran negara baik untuk pembiayaan pembangunan maupun
untuk pembiayaan anggaran rutin. Oleh karena itu, guna mendapatkan penerimaan
negara yang besar dari sektor pajak, maka dibutuhkan serangkaian upaya yang dapat
meningkatkan baik subyek maupun obyek pajak yang ada.
Pajak merupakan salah satu sumber
pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari Warga Negara Indonesia dan menjadi salah
satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dengan demikian pemungutan
pajak berdasarkan undang-undang mengandung pengertian bahwa terhadap mereka
yang ternyata mengabaikan atau melanggar ketentuan membayar pajak akan
dikenakan sanksi penagihan secara paksa dalam bentuk penyitaan, penyegelan,
ataupun Penahanan.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2009:1).
Pajak Daerah
menurut Siahaan (2008:10) menjelaskan bahwa
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang di lakukan oleh pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Sebagai salah satu sumber penerimaan
bagi negara, pajak mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting untuk proses
pembangunan. Dalam hal ini pajak selain berfungsi sebagai budgetair juga
dapat berfungsi sebagai regulerend. Ditinjau dari fungsi budgeter,
pajak adalah alat untuk mengumpulkan dana yang nantinya akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan dilihat dari fungsinya
sebagai pengatur (regulerend), pajak digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan
fungsi mengatur ini banyak ditujukan kepada sektor swasta (Brotodihardjo, 1993:
205). Dalam hubungannya dengan sistem, Jhingan (1994: 64) menjelaskan bahwa
dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak seiring dengan kemajuan kegiatan
ekonomi diperlukan suatu sistem perpajakan yang dapat menjadi pendukung utama
perekonomian. Oleh karena itu fungsi pajak adalah:
1. Menciptakan
kondisi ekonomi yang mampu memberi rangsangan terhadap peningkatan produksi
sektor-sektor riil dalam rangka menghasilkan tingkat pendapatan per kapita
masyarakat yang meningkat.
2. Menekan
kesenjangan ekonomi terutama dalam mengurangi ketimpangan pendapatan
(undistributed income) masyarakat.
3. Menggerakkan
sumber-sumber ekonomi masyarakat sehingga dapat ditransfer menjadi penerimaan
negara sehingga dapat meningkatkan investasi.
4. Menata
pengelolaan investasi yang produktif sehingga dapat meningkatkan produktivitas
sektor-sektor ekonomi.
5. Memperlambat
peningkatan konsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan investasi.
6. Meningkatkan
hasrat menabung masyarakat yang selanjutnya dapat menjadi tambahan investasi.
Sedangkan Miyasto
(1991: 76) secara rinci mengemukakan tentang fungsi pajak yang digunakan untuk
mengatur perekonomian guna mencapai:
1. Tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cepat
2. Alokasi-alokasi
sumber-sumber ekonomi ke arah yang direncanakan
3. Redistribusi
pendapatan
4. Stabilisasi
ekonomi
5. Pola
konsumsi yang lebih efisien
6. Posisi
neraca pembayaran yang lebih menguntungkan.
Perbedaan pandangan tentang fungsi pajak
antara Jhingan dengan Miyasto terletak pada fungsi investasi. Jhingan
berpendapat bahwa salah satu fungsi pajak adalah fungsi investasi, namun
Miyasto tidak memasukkan fungsi investasi sebagai bagian dari fungsi pajak. Sebagai
gantinya, Miyasto berpendapat pada pentingnya posisi neraca pembayaran sebagai fungsi
pajak. Secara lebih khusus Connolly dan
Munro (1999: 158) menjelaskan bahwa pajak memiliki peran penting
dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Pencapaian dalam sasaran dan target
pembangunan tidak dapat dicapai secara optimal apabila tidak didukung oleh penerimaan
pajak. Dengan demikian Connolly dan
Munro lebih melihat fungsi pajak pada aspek penggunaannya. Sesuai
dengan arti dan perannya, kontribusi pajak terhadap pembangunan haruslah
diarahkan pada penyediaan/pelayanan sektor publik, seperti keamanan, kesehatan,
pendidikan dan program-program kesejahteraan lainnya.
Menurut S.I Djajadiningrat, pajak
sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan
Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang menyebutkan bahwa pemerintah
dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara
bertanggung jawab. Menurut Adam Smith,
dalam Undang-undang pajak
harus ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Equality
and Equity, Mengandung pengertian bahwa
pada keadaan yang sama seseorang
harus dibebani pajak
yang sama pula. Persamaan ini
bukan pada tingkat pendapatannya tetapi pada tingkat kemampuan
membayarnya. Untuk menetapkan daya pikul,
wajib pajak harus
dilihat di beberapa
jumlah tanggungannya dan bagaimana
susunan keluarganya. Dalam
menghitung berapa besarnya pajak
yang harus dibayar
wajib pajak, indonesia
menganut Self Assesment System, terutama untuk pajak langsung seperti
pajak penghasilan. Dalam Self Assesment
System tersebut,wajib pajak
diberi kepercayaan untuk memperhitungkan, menetapkan, membayar
dan melaporkan pajaknya sendiri. Hal itu tentu
saja memberi kemudahan
bagi wajib pajak
dalam mengurus masalah
pajak. Landasan hukumnya diatur
dalam pasal 95
Undang-undang nomor 28
Tahun 2009 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan.
2. Certainy ,
Mengandung arti kepastian.
undang – undang
pajak yang baik senantiasa dapat memberikan kepastian
hukum kepada wajib pajak mengenai kapan
ia harus membayar
pajak, apa hak
dan kewajiban mereka,
dan sebagainya.
3. Convenience of
Payment , adalah bahwa
pajak harus dipungut
pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak
mempunyai uang. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan wajib pajak. Mengenai kapan wajib pajak memiliki uang sehingga
mampu membayar pajak
sesuai kewajibannya, masing – masing wajib
pajak tidaklah sama.
4. Economic
of Collection, Dalam undang – undang pajak juga harus diperhitungkan rasio
( perimbangan ) antara biaya pengumpulan
/ pemungutan dengan hasil pajak itu sendiri
sehingga diharapkan tidak terjadi hasil
pajak yang negatif di mana biaya
yang dikeluarkan bagi
pemungutan pajak justru
lebih besar daripada jumlah
pajak yang berhasil
dihimpun. Dari sisi
ini sebaiknya pengeluaran untuk
pemungutan pajak dibuat efesien.
Seperti
yang kita lihat dan ketahui untuk saat ini terutama di kota Malang yang sangat
ramai bahkan merupakan kota kedua terbesar di Jawa Timur. Perkembangan Kota
Malang yang cukup
pesat, perubahan dari
kota agraris menjadi kota
industri, dan akhirnya
mengarah pada kota
perdagangan dan jasa yang
berpotensi meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pesatnya
sektor perdagangan dan jasa.
Infrastruktur dan fasilitas
pendukung juga berkembang
pesat, terutama pertumbuhan hotel,
restoran dan hiburan
serta fasilitas parkir
guna mengimbangi pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan dinamika kunjungan wisata. Potensi dimaksud perlu
intensifikasi pengelolaan agar lebih tergarap secara optimal. Besarnya pungutan
untuk pajak restoran adalah 10 % perbulannya. Pemkot Malang juga menaikkan
pajak restoran dan hiburan.
Tak
tanggung-tanggung, tambahan kenaikan pajak itu ditargetkan lebih dari 15
persen. Perwali mengenai tambahan kenaikan pajak ini, telah ditandatangani oleh
Wali Kota Malang Abah Anton. Abah Anton menegaskan tambahan kenaikan pajak ini,
kepada Malang Post, kemarin. Menurut dia, perwali sudah dikeluarkan untuk
tambahan nilai pajak, reklame mencapai 300 persen, restoran dan hiburan juga harus
meningkat lebih dari 15 persen. Angka 15 persen untuk pajak hiburan dan
restoran tersebut, disebut Abah Anton sebagai angka mutlak. “Tidak mau 10
persen. Sudah biasa kalau 10 persen. Pokoknya harus bisa seperti itu
(diatas 15 persen, red),” ungkapnya usai menghadiri pisah sambut Ketua
Pengadilan Negeri Malang, kemarin.Pria ini menegaskan, sanksi terkait pengusaha
yang tak mematuhi nilai pajak itu telah disiapkan. Sehingga mereka bisa melihat
sendiri dalam perwali yang telah dia tandatangani. Kebijakan itu bakal seiring
dengan munculnya system online perpajakan di Kota Malang.“Tidak boleh
keberatan, ini sebuah keharusan, karena ini demi kepentingan masyarakat,”
ujarnya.Abah Anton juga menegaskan, penting sekali pengusaha berkontribusi
dalam menyejahterakan masyarakat. Sangat aneh jika warga yang mampu tidak bisa
ikut menyejahterakan yang kecil. Pajak merupakan kesempatan pengusaha untuk
membantu masyarakat.“Pengusaha harus tahulah, ini masyarakat kita yang
membutuhkan, berbagi sedikitlah kepada mereka,” celetuknya.Mengenai tindak
lanjut penerapan sistem online, kata dia akan dilaunching Senin (28/10)
mendatang.
Restoran
atau Rumah Makan merupakan tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan
dengan memungut bayaran. Pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada negara
yang harus dibayar. Sedangkan pajak restoran merupakan pungutan daerah atas
pelayanan restoran tersebut hal ini tertera pada peraturan pemerintahan
Republik Indonesia nomor 91 tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut
berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak
tertera dalam pasa 2 ayat (3b). Pajak restoran ini akan dimasukan pada pajak
daerah dan dikelola oleh daerah, pajak daerah merupakan salah satu pendapatan
yang berperan penting dalam peningkatan pembangunan daerah. Begitu juga dengan
kota Malang pajak daerah akan membantu dalam penunjangan keuangan daerah.
Pentingnya faktor keuangan tersebut dalam usaha pembiayaan rumah tangga negara
terutama pada daerah, maka merupakan suatu kewajiban bagi kita warga negara
baik yang dipusat maupun daerah dan aparatur daerah untuk berusaha mencari, menggali, dan
mengembangkan sumber keuangan yang ada dalam pajak agar dapat digunakan sesuai
keperluan dan anggaran yang telah direncanakan.
Dari
berbagai wacana dan analisis diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
“ANALISIS BESARNYA EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA
MALANG”
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui alur pembayaran pajak restoran
2. Untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Restoran terhadap pendapatan daerah
Kota Malang
3. Untuk
mengetahui realisasi antara target Pajak Restoran secara khusus
4. Menganalisis
seberapa efektif penggunaan Pajak Restoran
5. Untuk
mengetahui perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang
1.3
Manfaat
Manfaat
dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) ini adalah mahasiswa mendapatkan
pengalaman dan pengetahuan khusus dalam menganalisis data yang diperoleh dan
mengetahui bagaiman efektivitas Pajak Restoran terhadap pendapatan daerah
khususnya Kota Malang, sebagai bahan dan informasi bagi peneliti selanjutnya
terhadap masalah dan tempat yang sama dengan kajian yang lebih mendalam.
Bagi
Pemerintah di Kota Malang Hasil penelitian ini diharapkan Dinas Pendapatan,
kota Malang melakukan perbaikan yang lebih efektif dan efisiensi sehingga dalam
mengelola anggaran pendapatan daerah kota malang.
1.4 Khalayak Sasaran
Khalayak
sasaran penulis pada penelitian ini adalah pada lembaga pemerintahan yaitu
Dinas Pendapatan Daerah ( DISPENDA) Kota Malang, karena data yang dibutuhkan
untuk penelitian laporan dengan judul “ANALISIS BESARNYA EFEKTIVITAS PAJAK
RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA MALANG” berpusat di DISPENDA.